ASKEP PERILAKU KEKERASAN
Posted on Maret 27, 2008 by harnawatiaj
1.Pengertian
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan
suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik
maupun psikologis (Berkowitz, 1993). Berdasarkan defenisi ini maka perilaku
kekerasan dapat dibagi dua menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik
(Keltner et al, 1995). Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus.
Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang
biasanya disebut dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993)
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul
sebagai respons terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman (Keliat,
1996)
Ekspresi marah yang segera karena sesuatu
penyebab adalah wajar dan hal ini kadang menyulitkan karena secara kultural
ekspresi marah tidak diperbolehkan. Oleh karena itu marah sering diekspresikan
secara tidak langsung.
Sedangkan menurut Depkes RI ,
Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit jiwa, Jilid III Edisi
I, hlm 52 tahun 1996 : “Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu
dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat”.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak
marah akan mempersulit sendiri dan mengganggu hubungan interpersonal.
Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada waktu terjadi akan
melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang
sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui tentang respons kemarahan
sesorang dan fungsi positif marah.
2.Penyebab
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi
dari segala sesuatu yang tidak enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan
frustasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu
frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan akan status dan prestise yang tidak
terpenuhi.
2.1.
Frustasi, sesorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas.
Jika ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa
mengendalikan orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
2.2Hilangnya harga diri ; pada dasarnya
manusia itu mempunyai kebutuhan yang sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini
tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri,
tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah, dan sebagainya.
3.3Kebutuhan akan status dan prestise ;
Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya,
ingin dihargai dan diakui statusnya.
3.Rentang respons marah
Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam
rentang adaptif – mal adaptif. Rentang respon kemarahan dapat digambarkan
sebagai berikut : (Keliat, 1997, hal 6).
3.1.Assertif adalah mengungkapkan marah
tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri
orang lain.
3.2.Frustasi adalah respons yang timbul akibat
gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu
ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan
kemarahan.
3.3.Pasif
adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
3.4.Agresif merupakan perilaku yang menyertai
marah namun masih dapat dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak
mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus
bertarung untuk mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang
sama dari orang lain.
3.5.Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan
yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat
merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
4.Proses Marah
Stress, cemas, marah merupakan bagian
kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat
menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam.
Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan.
Berikut ini digambarkan proses kemarahan :
(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam
Keliat, 1996, hal
Melihat gambar di atas bahwa respon
terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara yaitu : Mengungkapkan secara
verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara yang pertama adalah
konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan
menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka
kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan lingkungan dan akan tampak
sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
5.Gejala marah
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk,
ada yang menimbulkan pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu
bahasa.
Gejala-gejala atau perubahan-perubahan yang
timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya adalah ;
5.1Perubahan fisiologik : Tekanan darah
meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi, tonus otot
meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang konstipasi,
refleks tendon tinggi.
5.2Perubahan emosional : Mudah tersinggung ,
tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila mengamuk kehilangan
kontrol diri.
5.3Perubahan perilaku : Agresif pasif,
menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras dan kasar.
6.Perilaku
Perilaku yang
berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
6.1Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul
karena kegiatan sistem saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar,
sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan otot,
seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek
yang cepat.
6.2Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu
dalam mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan
asertif. Perilaku asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah
karena individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain
secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
6.3Memberontak (acting out)
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat
konflik perilaku “acting out” untuk menarik perhatian orang lain.
6.4Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan
kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
7.Mekanisme
koping
Mekanisme koping
adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi
diri. (Stuart dan Sundeen, 1998 hal 33).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas
yang timbul karena adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada
klien marah untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 1998, hal 83)
7.1.Sublimasi :
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk
suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
7.2.Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai
kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda
yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya,
berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
7.3.Represi : Mencegah pikiran yang
menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang
sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut
ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci
itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
7.4.Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang
berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik
pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
7.5.Displacement : Melepaskan perasaan yang
tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti
yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun
marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di
dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
Konsep dasar
asuhan keperawatan
Asuhan
keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi,
pelaksanaan/implementasi dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan
serta memerlukan kecakapan keterampilan professional tenaga keperawatan.
Proses keperawatan adalah cara pendekatan
sistimatis yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan
yang dimiliki, karakteristik sistimatis, bertujuan, interaksi, dinamis dan
ilmiah.
Proses keperawatan klien marah adalah sebagai
berikut : (Keliat, dkk, 1996)
1.Pengkajian
Pengkajian
merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan
perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
1.1.Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual.
1.1.1.Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan
system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah
meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat.
Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan,
ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan
refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah
bertambah.
1.1.2.Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman,
merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain,
mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
1.1.3.Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu
didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual
sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah,
mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses,
diklarifikasi, dan diintegrasikan.
1.1.4.Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa
percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan
dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati
dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses
tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain,
menolak mengikuti aturan.
1.1.5.Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi
hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan
rasa tidak berdosa.
Dari
uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual
yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik terdiri dari :muka merah,
pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik,
penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak
aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme,
berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan,
ejekan, humor.
1.2.Klasifiaksi data
Data
yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data
subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara
lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat
dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata.
Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
1.3.Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data
objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi klien dan dengan
memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari
masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa
keperawatan.
Pohon masalah
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan
Perilaku kekerasan
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
2.Diagnosa keperawatan
“Diagnosa keperawatan adalah penilaian
klinis tentang respons aktual dan potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat
terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan”. (Carpenito, 1995).
Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada
klien marah dengan masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
2.1Risiko mencederai diri sendiri, orang lain,
lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
2.2Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga
diri rendah.
3.Rencana tindakan keperawatan/intervensi
Perencanaan tindakan keperawatan adalah
merupakan suatu pedoman bagi perawat dalam melakukan intervensi yang tepat.
Pada
karya tulis ini akan diuraikan rencana tindakan keperawatan pada diagnosa :
3.1Resiko mencederai diri sendiri, orang lain
dan lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan
Tujuan umum : klien tidak mencederai diri /
orang lain / lingkungan.
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi penyebab
perilaku kekerasan.
3.Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda
perilaku kekerasan.
4.Klien dapat mengidentifikasi perilaku
kekekerasan yang biasa dilakukan.
5.Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan.
6.Klien dapat melakukan cara berespons
terhadap kemarahan secara konstruktif.
7.Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku
kekerasan.
8.Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol
perilaku kekerasan.
9.Klien dapat menggunakan obat yang benar.
Tindakan keperawatan :
1.1Bina hubungan saling percaya.
Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu
tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang aman dan
tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap empati.
Rasional : Hubungan saling percaya
memungkinkan terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi
selanjutnya.
2.1Beri kesempatan pada klien untuk
mengugkapkan perasaannya.
Rasional : Informasi dari klien penting bagi
perawat untuk membantu kien dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.
2.2Bantu untuk mengungkapkan penyebab
perasaan jengkel / kesal
Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu
lingkungan yang tidak mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir
penyelesaian persoalan.
3.1Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan
dirasakan saat jengkel.
Rasional : Pengungkapan kekesalan secara
konstruktif untuk mencari penyelesaian masalah yang konstruktif pula.
3.2Observasi tanda perilaku kekerasan pada
klien.
Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan
oleh klien sehingga memudahkan untuk intervensi.
3.3Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel /
kesan yang dialami klien.
Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol
perilaku kekerasan.
4.1Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan
kepada klien.
4.2Bantu klien bermain peran sesuai dengan
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Rasional : mengetahui bagaimana cara klien
melakukannya.
4.3Bicarakan dengan klien apakah dengan cara
yang klien lakukan masalahnya selesai.
Rasional : membantu dalam memberikan motivasi
untuk menyelesaikan masalahnya.
5.1Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku
kekerasan yang dilakukan klien.
Rasional : mencari metode koping yang tepat
dan konstruktif.
5.2Bersama klien menyimpulkan akibat dari
perilaku kekerasan yang dilakukan.
Rasional : mengerti cara yang benar dalam
mengalihkan perasaan marah.
6.1Tanyakan pada klien “apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang sehat”.
Rasional : menambah pengetahuan klien tentang
koping yang konstruktif.
6.2Berikan pujian jika klien mengetahui cara
yang sehat.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang
positif, meningkatkan harga diri klien.
6.3Diskusikan dengan klien cara lain yang
sehat.
a.Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul
botol / kasur atau olahraga atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.
b.Secara verbal : katakan bahwa anda sering
jengkel / kesal.
c.Secara sosial : lakukan dalam kelompok
cara-cara marah yang sehat, latihan asertif, latihan manajemen perilaku
kekerasan.
d.Secara spiritual : anjurkan klien berdua,
sembahyang, meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.
Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah
mengontrol kemarahan klien.
7.1Bantu klien memilih cara yang paling tepat
untuk klien.
Rasional : memotivasi klien dalam
mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan.
7.2Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang
telah dipilih.
Rasional : mengetahui respon klien terhadap
cara yang diberikan.
7.3Bantu klien untuk menstimulasikan cara
tersebut.
Rasional : mengetahui kemampuan klien
melakukan cara yang sehat.
7.4Beri reinforcement positif atas
keberhasilan klien menstimulasi cara tersebut.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
7.5Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang
telah dipelajari saat jengkel / marah.
Rasional : mengetahui kemajuan klien selama
diintervensi.
8.1Identifikasi kemampuan keluarga dalam
merawat klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien
selama ini.
Rasional : memotivasi keluarga dalam
memberikan perawatan kepada klien.
8.2Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat
klien.
Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga
sangat berperan dalam perubahan perilaku klien.
8.3Jelaskan cara-cara merawat klien.
Terkait dengan cara mengontrol perilaku
kekerasan secara konstruktif.
Sikap tenang, bicara tenang dan jelas.
Bantu keluarga mengenal penyebab marah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarga
dalam merawat klien secara bersama.
8.4Bantu keluarga mendemonstrasikan cara
merawat klien.
Rasional : mengetahui sejauh mana keluarga
menggunakan cara yang dianjurkan.
8.5Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya
setelah melakukan demonstrasi.
Rasional
: mengetahui respon keluarga dalam merawat klien.
9.1Jelaskan pada klien dan keluarga
jenis-jenis obat yang diminum klien seperti : CPZ, haloperidol, Artame.
Rasional : menambah pengetahuan klien dan
keluarga tentang obat dan fungsinya.
9.2Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian
berhenti minum obat tanpa seizin dokter.
Rasional : memberikan informasi pentingnya
minum obat dalam mempercepat penyembuhan.
3.2Perilaku kekerasan berhubungan dengan
harga diri rendah
Tujuan umum : klien dapat mengontrol perilaku
kekerasan pada saat berhubungan dengan orang lain :
Tujuan khusus :
1.Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2.Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan
aspek yang positif yang dimiliki.
3.Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
4.Klien dapat menetapkan dan merencanakan
kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki.
5.Klien dapat melakukan kegiatan sesuai
kondisi sakit dan kemampuannya.
6.Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung
yang ada.
Tindakan keperawatan :
1.1Bina hubungan saling percaya dengan
menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
Rasional : hubungan saling percaya
memungkinkan klien terbuka pada perawat dan sebagai dasar untuk intervensi
selanjutnya.
2.1Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki klien.
Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif
yang masih dimiliki klien.
2.2Setiap bertemu klien dihindarkan dari
memberi penilaian negatif.
Rasional : pemberian penilaian negatif dapat
menurunkan semangat klien dalam hidupnya.
2.3Utamakan memberi pujian yang realistik
pada kemampuan dan aspek positif klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
3.1Diskusikan dengan klien kemampuan yang
masih dapat digunakan.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang
masih dapat digunakan.
3.2Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan
penggunaannya di rumah sakit.
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang
masih dapat dilanjutkan.
3.3Berikan pujian.
Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa
diperhatikan.
4.1Minta klien untuk memilih satu kegiatan
yang mau dilakukan di rumah sakit.
Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan
yang realistis sesuai kemampuan yang dimiliki.
4.2Bantu klien melakukannya jika perlu beri
contoh.
Rasional : menuntun klien dalam melakukan
kegiatan.
4.3Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat
lebih baik.
4.4Diskusikan jadwal kegiatan harian atas
kegiatan yang telah dilatih.
Rasional : mengidentifikasi klien agar
berlatih secara teratur.
5.1Beri kesempatan pada klien untuk mencoba
kegiatan yang telah direncanakan.
Rasional : tujuan utama dalam penghayatan
pasien adalah membuatnya menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang
lebih adaptif.
5.2Beri pujian atas keberhasilan klien.
Rasional : meningkatkan harga diri klien.
5.3Diskusikan
kemungkinan pelaksanaan dirumah.
Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang
diharapkan.
6.1Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Rasional : meningkatkan pengetahuan keluarg a
dalam merawat klien secara bersama.
6.2Bantu keluarga memberikan dukungan selama
klien dirawat.
Rasional : meningkatkan peran serta keluarga
dalam membantu klien meningkatkan harga diri rendah.
6.3Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di
rumah.
Rasional : memotivasi keluarga untuk merawat
klien.
Sumber:
1.Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik
Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
2.Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral
Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000, Keperawatan Jiwa Teori
dan Tindakan, Jakarta.
3.Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa,
jilid I.
4.Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat
Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta.
5.Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat
Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ; Jakarta.
6.Keliat Budi Anna, 2002, Asuhan Keperawatan
Perilaku Kekerasan, FIK, UI : Jakarta.
7.Rasmun, 2001, Keperawatan Kesehatan Mental
Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi 1, CV. Agung Seto; Jakarta.
8.Stuart, GW dan Sundeen, S.J, 1998, Buku Saku
Keperawatan Jiwa, edisi 3, Penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta.
9.Townsend C. Mary , 1998, Diagnosa
Keperawatan Psikiatri, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran, EGC ; Jakarta.
10.WF Maramis, 1998, Catatan Ilmu Kedokteran
Jiwa, penerbit : Buku Kedokteran EGC ; Jakarta .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar